LMND BOGOR

Liga Mahasiswa Nasoinal Untuk Demokrasi Eksekutif Kabupaten Bogor

  • Tuesday, January 14, 2020

    Konsepsi Organisasi, Egoisme atau Altruisme?

    Penyimpangan kerangka berpikir antara egoisme dan altruisme menimbulkan kerangka dinamika berkepanjangan dalam suatu organisasi. Kesinambungan antar sudut pandang tentu seharusnya menjadi sebuah warna warni indah yang menyatu sehingga mampu berpikiran terbuka dan memberi dampak domino yang lebih baik dalam laju gerak organisasi

    Pandangan pola pikir yang hanya berkaca dalam egoisme tanpa disadari atau tidak, menjadikan suatu dinamika yang tak seharusnya dihadapi dengan sedemikian rumit.

    Egoisme dan Altruisme


    “Kamu egois, kenapa tidak mau menerima pandangan dan perbedaan orang lain?”

    Ungkapan tersebut mungkin sering dialami oleh setiap orang dalam kehidupan sosial, entah dalam suatu hubungan dekat (close relationship) antara suami-istri, teman akrab atau dalam kehidupan sosial yang lebih luas antara teman di kantor, atau dalam pertengkaran antara dua orang yang baru kenal sekalipun.
    Egoisme adalah sikap yang semuanya diukur dari kepentingan pribadi (self-interest). Suatu tindakan untuk mempertahankan pandangan atau bahkan kepemilikan atas dasar baik-buruk yang berasal dari konsep diri bahwa pandangan atau kepemilikannya harus dipertahankan, orang lain harus mengikuti.

    Egoisme berasal dari kata ego, yaitu konsep psikologis yang berkaitan dengan persepsi individu tentang dirinya sendiri yang berpengaruh pada tindakannya (Sobur, Psikologi Umum, 2016). Seseorang yang selalu mengutamakan kepentingan diri sendiri disebut orang egois.

    Lalu apa itu alrtruisme?
    Istilah altruism pertama kali diciptakan oleh filsuf Auguste Comte yang menunjuk pada orang yang memberikan perhatian pada orang lain, tanpa mementingkan dirinya sendiri. Penjelasan soal altrusime juga bisa dibaca di Wikipedia ini: https://id.wikipedia.org/wiki/Altruisme Jadi, lawan dari altrusime adalah sifat egoisme, yakni orang yang mementingkan diri sendiri.

    Yang jelas, istilah altrusime muncul setelah tahun 1964, yakni setelah kejadian pembunuhan Kitty Genovese (28 tahun, manager sebuah bar) menghebohkan. Ia ditikam mati di dekat apartemennya di kota New York. Saat itu, ada sekitar 37 yang menyaksikan tapi tidak melakukan apapun.

    Sikap altrusime banyak yang dilatarbelakangi oleh HUKUM EMAS (The Golden Rules) yakni: “Lakukan pada orang lain apa yang kamu ingin orang lain lakukan padamu”. Atau, “Jangan lakukan pada orang lain, apa yang kamu tidak ingin orang lain lakukan pada kamu”.

    Eric Fromm, seorang psikolog dan filsuf Jerman menambahkan dalam bukunya The Art of Loving mengatakan soal cinta yang altruistic yakni cinta yang aktif bukan pasif. Jadi, menurutnya kalau kita mencintai tanaman, harus diikuti dengan tindakan menyiram tanaman. Ada 4 unsur cinta yang altruistik menurut Ericc From adalah yakni cinta yang mengandung unsur kepedulian (care), tanggung jawab (responsibility), respek (respect), dan pengenalan (knowledge). Artikel menarik soal teori cintanya Eric Fromm ada di artikel ini: https://www.huffingtonpost.com/chris-castiglione/the-art-of-loving_b_9198154.html

    Lalu bagaimana konsepsi egoisme dan altruisme berkorelasi dalam suatu organisasi?
    Dalam suatu manajemen organisasi yang baik tentu dual hal tersebut tidak dapat terlepas dalam peran memajukan suatu gerak organisasi. Perbedaan sudut pandang sudah tentu seharus menjadi landasan dalam berpikir, karena dengan menyerap dari berbagai sudut pandang kita mampu menafsirkan pemikiran pemikiran hingga terbentuknya suatu konsepsi yang matang.

    Contoh dalam penjabaran egoisme dalam konteks organisasi terdapat tergambarkan dengan bagaimana seseorang yang merasa pandangan atas dirinya merasa paling benar dan ingin dibenarkan serta merasa memiliki peran atau kekuasaan penuh sehingga mengambil keputusan sesuai satu sudut pandang atau hanya sudut pandangnya saja.

    Sedangkan altruisme pada kasus ini menggambarkan bagaimana sikap dan perilaku seseorang yang berpikiran terbuka, mampu menerima sudut pandang orang lain sehingga berpikiran matang dalam mengambil suatu tindakan dengan mempertimbangkan konsekuensi atas tindakan yang dilakakun, hal itu tentu dengan tujuan kebaikan organisasi dengan memperhatikan berbagai aspek pemikiran sehingga timbul pemikiran yang mampu merubah atau memperbaiki suatu sistem dalam organisasi, hal tersebut menjadi sebuah tatanan etika organisasi yang maju dan lebih baik.


    Penulis & Editor : Fregi Akmal

    No comments:

    Post a Comment