LMND BOGOR

Liga Mahasiswa Nasoinal Untuk Demokrasi Eksekutif Kabupaten Bogor

  • Saturday, October 8, 2016

    PERAN MAHASISWA SEBAGAI AGEN PERUBAHAN

    Peran Mahasiswa (Agent Of Change, Social Control, Iron Stock) Salam Satu Jiwa para maha siswa Berbagai peristiwa akhir-akhir ini membuat bangsa kita sepertinya kian kehilangan pegangan untuk keluar dari persoalan. Korupsi yang menggurita, lemahnya penegakan hukum, kemiskinan, serta persoalan infrastruktur, dan fasilitas pelayanan public yang buruk terus memicu amarah kita. Pemerintah bagai "televisi rusak". penonoton amat kecewa. Indonesiaku Salah Urus.


    Kita melihat hari ini hukum tegak kokoh dihadapan rakyat kecil, tetapi hukum loyo lunglai di depan orang-orang kuat. Hukum menjadi tak berguna lagi di depan orang-orang berkuasa. Dapatlah disimpulkan bahwa Republik Indonesia yang sering dilabeli sebagai Negara Hukum terus terjepit oleh para pencipta hukumnya sendiri. Melihat kondisi ini membuat kita merasa pesimis akan seperti apa bangsa kita kedepannya? Hingga akhirnya bermuara pada satu pertanyaan, adakah pemimpin sekaligus negarawan yang mampu membawa perubahan? Mahasiswa sebagai kaum intelektual yang punya intelegensi tinggi diharapkan mampu menjawab pertanyaan tersebut. Mahasiswa memiliki peran yang istimewa yang dikelompokkan dalam tiga fungsi :agent of change, social control, dan iron stock. Dengan fungsi tersebut, tugas besar diemban mahasiswa yang diharapkan dapat mewujudkan perubahan bangsa yang sudah sangat semrawut ini. Peran mahasiswa sebagai Agent of Change


    Sebagai agen perubahan, mahasiswa bertindak bukan ibarat pahlawan yang datang ke sebuah negeri lalu dengan gagahnya mengusir penjahat-penjahat dan dengan gagah pula sang pahlawan pergi dari daerah tersebut diiringi tepuk tangan penduduk setempat. Dalam artian kita tidak hanya menjadi penggagas perubahan, melainkan menjadi objek atau pelaku dari perubahan tersebut. Sikap kritis mahasiswa sering membuat sebuah perubahan besar dan membuat para pemimpin yang tidak berkompeten menjadi gerah dan cemas. Sadar atau tidak, telah banyak pembodohan dan ketidakadilan yang dilakukan oleh pemimpin bangsa ini. Kita sebagai mahasiswa seharusnya berpikir untuk mengembalikan dan mengubah semua ini. Perubahan yang dimaksud tentu perubahan kearah yang positif dan tidak menghilangkan jati diri kita sebagai mahasiswa dan Bangsa Indonesia. Namun untuk mengubah sebuah negara, hal utama yang harus dirubah terlebih dahulu adalah diri sendiri. Peran mahasiswa sebagai Social Control :


    Hari ini korupsi semakin memprihatinkan, hukum bisa dibeli, biaya pendidikan yang mahal, serta berbagai persoalan


    lainnya. Tentu hal ini tidak dirasakan bagi mereka yang berkantong tebal, akan tetapi golongan menengah kebawah sangat merasaknnya. Inilah mengapa kita sebagai mahasiswa harus bertindak serta berperan aktif dengan ilmu dan kemampuan yang kita miliki.
     Peran mahasiswa sebagai social control terjadi ketika ada hal yang tidak beres atau ganjil dalam masyrakat. Mahasiswa sudah selayaknya memberontak terhadap kebusukan-kebusukan dalam birokrasi yang selama ini dianggap lasim. Lalu jika mahasiswa acuh dan tidak peduli dengan lingkungan, maka harapan seperti apa yang pantas disematkan pada pundak mahasiswa? Kita sebagai mahasiswa seharusnya menumbuhkan jiwa kepedulian social yang peduli terhadap masyrakat karena kita adalah bagian dari mereka. Kepedulian tersebut tidak hanya diwujudkan dengan demo atau turun kejalan saja. Melainkan dari pemikiran-pemikiran cemerlang mahasiswa, diskusi-diskusi, atau memberikan bantuan moril dan materil kepada masyarakat dan bangsa kita. 


    Peran mahasiswa sebagai Iron Stock :


    Para Pemimpin republic ini hanya berhasil membangun kekesalan rakyatnya dan menanam bibit pesimisme. Mahasiswa sebagai generasi penerus bangsa diharapkan memiliki kemampuan, ketrampilan, dan akhlak mulia untuk menjadi calon pemimpin siap pakai. Intinya mahasiswa itu merupakan asset, cadangan, dan harapan bangsa untuk masa depan. Sejarah telah membuktikan bahwa di tangan generasi mudalah perubahan-perubahan besar terjadi, mahasiswa telah berhasil melumpuhkan resim orde baru dan membawa Indonesia ke dalam suatu era yang saat ini sedang bergulir, yakni era reformasi. Bukan tidak mungkin sosok pemimpin dan negarawan yang selama ini didambakan, akan lahir dari kampus. Cuma sistem demokrasi Indonesia saat ini lebih banyak menciptakan elit yang ingin tampil dan membanggakan diri. Mereka mendapatkan tempat karena politick uang, sehingga memunculkan para politisi instant. 


    Lantas sekarang apa yang bisa kita lakukan dalam memenuhi peran iron stock tersebut? Mahasiswa tidak cukup jika hanya sebagai akademisi intelektual yg hanya duduk mendengarkan dosen dalam ruangan perkuliahan. Kita harus memperkaya diri kita dengan pengetahuan baik itu dari segi keprofesian maupun kemasyarakatan. Mahasiswa sebagai iron stock berarti mahasiswa seoarang  yang akan menggantikan generasi yang telah ada, sehingga tidak cukup hanya dengan memupuk ilmu spesifik saja. Perlu adanya soft skill seperti leadership, kemampuan memposisikan diri, dan sensitivitas yang tinggi. Pertanyaannya, sebagai seorang mahasiswa, Apakah kita sudah memiliki itu semua?? Maka lengkaplah peran mahasiwwa itu sebagai pembelajar sekaligus pemberdaya yang didukung dalam tiga peran: 

    agent of change, social control, dan iron stock


    Hingga suatu saat nanti, bangsa ini akan menyadari bahwa mahasiswa adalah generasi yang di tunggu-tunggu bangsa ini. Hidup mahasiswa..!! Hidup Rakyat Indonesia


    Berbicara advokasi, sebenarnya tidak ada definisi yang baku. Pengertian advokasi selalu berubah-ubah sepanjang waktu tergantung pada keadaan, kekuasaan, dan politik pada suatu kawasan tertentu. Advokasi sendiri dari segi bahasa adalah pembelaan. Setidaknya ada beberapa pengertian dan penjelasan terkait dengan definisi advokasi, 


    yaitu:


    1. Usaha-usaha terorganisir untuk membawa perubahan-perubahan secara sistematis dalam menyikapi suatu kebijakan, regulasi, atau pelaksanaannya (Meuthia Ganier).


    2.  Advokasi adalah membangun organisasi-organisasi demokratis yang kuat untuk membuat para penguasa bertanggung jawab menyangkut peningkatan keterampilan serta pengertian rakyat tentang bagaimana kekuasaan itu bekerja.


    3. Upaya terorganisir maupun aksi yang menggunakan sarana-sarana demokrasi untuk menyusun dan melaksanakan undang-undang dan kebijakan yang bertujuan untuk menciptakan masyarakat yang adil dan merata (Institut Advokasi Washington DC).


    Dari beberapa definisi di atas, setidaknya advokasi dapat difahami sebagai bentuk upaya melakukan pembelaan rakyat (masyarakat sipil) dengan cara yang sistematis dan terorganisir atas sikap, perilaku, dan kebijakan yang tidak berpihak pada keadilan dan kenyataan.Advokasi: Alasan, Tujuan, dan SasaranBagi sebagian orang yang telah berkecimpung dalam dunia advokasi, tentu mereka tidak akan menanyakan kembali mengapa mereka melakukan hal itu. Namun, bagi sebagian lainnya yang belum begitu memahami, atau bahkan belum pernah mengenal, seluk-beluk advokasi, jawaban atas pertanyaan “Mengapa beradvokasi?” menjadi cukup relevan dan urgen untuk dijawab.Ada banyak sekali alasan mengapa seseorang harus, dan diharuskan, untuk melakukan kerja-kerja advokasi. Secara umum alasan-alasan tersebut antara lain adalah:


    1.  Kita selalu dihadapkan dengan persoalan-persoalan kemanusiaan dan kemiskinan


    2.  Perusakan dan kekejaman kebijakan selalu menghiasi kehidupan kita


    3. Keserakahan, kebodohan, dan kemunafikan semakin tumbuh subur pada lingkungan kita


    4. Yang kaya semakin gaya dan yang melarat semakin sekarat
      Dari beberapa poin di atas ini kemudian melahirkan kesadaran untuk melakukan perubahan, perlawanan, dan pembelaan atas apa yang dirasakan olehnya. Salah satu bentuk perlawanan dan pembelaan yang “elegan” adalah advokasi.Tujuan dari kerja-kerja advokasi adalah untuk mendorong terwujudnya perubahan atas sebuah kondisi yang tidak atau belum ideal sesuai dengan yang diharapkan. Secara lebih spesifik, dalam praksisnya kerja advokasi banyak diarahkan pada sasaran tembak yaitu kebijakan publik yang dibuat oleh para penguasa.Mengapa kebijakan publik? Kebijakan publik merupakan beberapa regulasi yang dibuat berdasarkan kompromi para penguasa (eksekutif, legislatif, dan yudikatif) dengan mewajibkan warganya untuk mematuhi peraturan yang telah dibuat. Setiap kebijakan yang akan disahkan untuk menjadi peraturan perlu dan harus dikawal serta diawasi agar kebijakan tersebut tidak menimbulkan dampak negatif bagi warganya. Hal ini dikarenakan pemerintah ataupun penguasa tidak mungkin mewakili secara luas, sementara kekuasaannya cenderung sentralistik dan mereka selalu memainkan peranan dalam proses kebijakan.Siapa Pelaku Advokasi?Advokasi dilakukan oleh banyak orang, kelompok, 

    atau organisasi yang dapat diklasfikan sebagai berikut:


    1. Mahasiswa atau organisasi kemahasiswaan ( HMI, KAMMI, FMN, LMND,PMII dan lain-lain)


    2.  Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) atau disebut juga organisasi non-pemerintah


    3.    Komunitas masyarakat petani, nelayan, dan lain-lain


    4.Organisasi-organisasi masyarakat atau kelompok yang mewakili interest para anggotanya, termasuk organisasi akar rumput


    5. Organisasi masyarakat keagamaan (NU, Muhammadiyah,MUI, PHDI, PWI, PGI, Walubi, dan lain-lain)


    6.    Asosiasi-asosiasi bisnis


    7.           Media


    8.  Komunitas-komunitas basis (termasuk klan dan asosiasi RT, Dukuh, Lurah, dan lain-lain). 


    Contoh: FBR, Pandu,
    Apdesi, dan Polosoro 9.           Persatuan buruh dan kelompok-kelompok lain yang peduli akan perubahan menuju kebaikan


     Kerja-kerja Advokasi: Tantangan dan StrategiAdvokasi selamnya menyangkut perubahan yang mengubah beberapa kebijakan, regulasi, dan cara badan-badan perwakilan melakukan kebijakan. Dalam melakukan perubahan kebijakan pun tidak semudah yang kita bayangkan; ada beberapa lapisan yang harus kita lewati untuk melakukan perubahan tersebut.Lapisan pertama mencakup permintaan, tuntutan, atau desakan perubahan dalam praktik kelembagaan dan program-programnya. Contoh, sekelompok anak jalanan dan “gepeng” menolak Raperda yang telah dirancang kepada anggota dewan dan pejabat pemerintahan. Lapisan kedua, mengembangkan kemampuan individu para warga, ormas, dan LSM. Dengan penolakan dan penentangan adanya Raperda, anggota komunitas belajar bagaimana mengkomunikasikan pesan mereka pada segmentasi yang lebih luas untuk memperkuat basis dukungan kelembagaan mereka. Lapisan ketiga, menata kembali masyarakat. Kita mengubah pola pikir dan memberdayakan masyarakat marjinal (gepeng dan anjal) untuk berinisiatif melakukan perjuangan hak-haknya secara mandiri. Advokasi dikatakan berhasil apabila kita mampu membuat komunitas kita lebih berdaya dan mampu meneriakkan aspirasinya sendiri.Oleh karena itu, ada beberapa langkah yang harus kita lakukan untuk memetakan dan mengawal jalannya sebuah kebijakan sebelum disahkan menjadi hukum formal, yaitu:


    1. Mengerti dan memahami isi dari kebijakan beserta konteksnya, yaitu dengan memeriksa kebijakan apa saja tujuan dari lahirnya kebijakan tersebut


     2.   Pelajari beberapa konsekuensi dari kebijakan tersebut. Siapa saja yang akan mendapat manfaat dari kebijakan tersebut


     3. Siapa yang akan dipengaruhi baik itu sifatnya merugikan ataupun menguntungkan


     4.   Siapa aktor-aktor utama, siapa yang mendorong dan apa kepentingan serta posisi mereka


     5. Tentukan jaringan formal maupun informal melalui mana kebijakan sedang diproses. Jaringan formal bisa termasuk institusi-institusi seperti komite legislatif dan forum public hearing. Jaringan informal melalui komunikasi interpersonal dari individu-individu yang terlibat dalam proses pembentukan kebijakan


     6.   Mencari tahu apa motivasi para aktor utama dan juga jaringan yang ada   dalam mendukung kebijakan yang telah dibuat
      Perlu kita pahami bahwa advokasi tidak terjadi seketika. 


    Advokasi butuh perencanaan yang matang. Agar advokasi yang dilakukan dapat terwujud secara maksimal, maka kita perlu menggunakan beberapa strategi. Berikut beberapa strategi dalam melakukan advokasi: 


    1.Membangun jaringan di antara organisasi-organisasi akar rumput (grassroots), seperti federasi, perserikatan, dan organisasi pengayom lainnya


    2.Mempererat kokmunikasi dan kerjasama dengan para pejabat dan beberapa partai politik yang berorientasi reformasi pada pemerintahan
      

    3.Melakukan lobi-lobi antar instansi, pejabat, organisasi kemahasiswaan, organisasi kemasyarakatan (NU dan Muhammadiyah)


    4.Melakukan kampanye dan kerja-kerja media sebagai ajang publikasi


    5.  Melewati aksi-akasi peradilan (litigasi, class action, dan  lain-lain)
     Menerjunkan massa untuk melakukan demonstrasi

    No comments:

    Post a Comment